Merupakan fungsi ornamen hanya untuk memperindah penampilan bentuk produk yang dihiasi sehingga menjadi sebuah karya seni. Contohnya, keramik, batik, tenun, anyaman, perhiasan, senjata tradisional, peralatan rumah tangga,dll. Tidak jarang sebuah produk kerajian/kriya karena nilai estetisnya sangat sayang apabila digunakan untuk memenuhi fungsi praktisnya. Sebagai contoh sebuah vas/piring karena ornamennya yang indah akan sangat sayang apabila digunakan untuk keperluan praktis sehingga akhirnya hanya untuk pajangan interior. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai estetis sebuah ornamen dapat mengubah fungsi praktis suatu produk menjadi fungsi hias.
Gambar 1. Ornamen Flora pada Vas Bunga hanya sebagai unsur penghias untuk memperindah bentuk saja tanpa maksud dan fungsi tertentu . |
Terkadang selain untuk menghias sebuah ornamen yang digunakan mempunyai makna tertentu/menggunakan simbol-simbol tertentu. Pada umumnya dapat dijumpai pada produk-produk atau benda-benda yang digunakan untuk upacara, atau benda-benda pusaka yang bersifat keagamaan atau kepercayaan.
Ornamen yang menggunakan motif kala, naga, atau burung misalnya, pada karya-karya masa lalu berfungsi simbolis. Motif kala pada gerbang/pintu candi merupakan pengambaran muka raksasa sebagai simbol penolak bala. Naga dipandang sebagai simbol dunia bawah dan burung dipandang sebagai lambang gambaran roh yang terbang menuju surga serta simbol dunia atas/dunia para dewa.
Pada Regol (gerbang) Kemagangan di kompleks keraton Yogyakarta, terdapat motif hias dua ekor naga yang berbelitan pada bagian ekornya. Ornamen tersebut, selain sebagai tanda titimangsa (sengkalan/candrasengkala) berdirinya keraton, juga merupakan simbol bersatunya raja dengan rakyat yang selaras dengan konsep manunggaling kawula-gusti dalam kepercayaan jawa (Sunaryo, 2006: 5).
Dalam perkembangannya, segi simbolis pada ornamen naga kehilangan maknanya, seperti ornamen dua ekor naga yang berbalikan arah hadap untuk menghiasi gayor (gantungan gong pada gamelan), hiasan almari/kursi dsb. kehilangan fungsi simbolis dan hanya untuk tujuan estetis/menghias saja.
Gambar 2. Ornamen naga dalam salah satu sudut keraton Yogyakarta digunakan sebagai sengkalan/sengkalan memet (simbol penunjuk angka tahun) dengan arti "dwi nogo roso tunggal" menujukan tahun 1692. |
Secara stuktural ada kalanya sebuah ornamen berfungsi teknis untuk menyangga, menopang, menghubungkan, atau memperkokoh konstruksi. Contoh penerapannya pada tiang bangunan, talang air, bumbungan atap, tidak saja untuk memperindah melainkan juga berfungsi konstruksi.
Gambar 3. Ornamen Kala yang disamarkan menjadi ornamen sulur di Masjid Menara Kudus tidak hanya untuk memperindah tempat Wudhlu saja melainkan sebagai tempat talang keluarnya air Wudhlu. |
Gambar 4. Penggunaan ornaman kala sebagai talang air juga digunakan pada candi Borobudhur. |
Motif merupakan unsur pokok dalam ornamen, karena dengan motif ornamen tersebut dapat dikenali, karena merupakan gubahan bentuk-bentuk/representasi dari alam. Akan tetapi ada pula yang merupakan hasil khayalan yang bersifat imajinatif, bahkan karena tidak dapat dikenali kembali, gubahan suatu motif menjadi bentuk abstrak. Dalam ornamen, Pola merupakan pengulangan motif/motif yang di ulang-ulang secara struktural. Berdasarkan motif hias/pola bentuknya ornamen nusantara secara sederhana dapat dibagai menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :
1. Ornamen Geometris
Tersusun atas garis-garis dan raut/bangunbidang geometri (persegi, lingkaran,segitiga oval dan sebagainya). Dengan demikian ornamen geometris memiliki struktur yang terdiri atas garis-garis lurus/lengkung dan raut bersudut/lingkaran. Dilihat dari coraknya, ornamen geometris berbentuk abstrak/semi-abstrak, bentuknya tidak dapat dikenali sebagai bentuk obyek-obyek alam.
2. Ornamen Organis
Motifnya melukiskan obyek-obyek di alam dan dapat dikenali kembali bentuk obyek asalnya.
Motif Geometris
Motif geometris merupakan motif tertua dalam ornamen nusantara karena sudah dikenal sejak zaman prasejarah. Terbukti bahwa beberapa ornamen geometris sudah ada dalam artefak-artefak kebudayaan Dongson seperti nekara perunggu (nekara bulan pejeng bali) dan kapak penrunggu (candrasa) dari pulau Roti.
Bentuk dasar motif pilin merupakan garis lengkung spiral atau lengkung kait. Beberapa motifnya dapat dibedakan menjadi motif tunggal yang berbentuk ikal, pilin gandayang berbentuk huruf S, dan pilin tegar yaitu pola ikal bersambung dan bergantian arah yang kemudan berkembang menjadi motif sulur, disusun secara berulang berderet sambung menyambung. Motif lereng memiliki bentuk atau pola dasar garis-garis miring sejajar, yang terdapat pilin kait/pilin ganda yang telah mengalami perkembangan. Contohnya motif lereng terdapat batik yang dikenal dengan sebutan parang (Sunaryo, 2006:13).
Motif ini hanya dikenal di Jawa namun mendapat pengaruh dari Tiongkok. Kata banji pada awalnya adalah bahasa Tiongkok wan-ji. Memiliki bentuk dasar garis tekuk bersilangan mirip bentuk baling-baling seperti motif sawstika, karena itu disebut juga sebagai motif swastika. Di suku Toraja motif yang serupa dengan motif banji disebut sekong sala (palang berkait) yang mengandung makna peringatan, agar tidak mencampuri urusan orang lain (Sunaryo, 2006:13).
Motif kawung terbentuk dari bentuk-bentuk lingkaran yang saling berpotongan berjajar ke kiri atau kanan dan ke bawah atau atas. Istilah kawung dalam bahasa Sunda berarti buah aren. Motif kawung banyak dijumpai di batik Jawa dan sudah digemari sejak jaman klasik, bahkan para Punakawan dalam wayang kainya bermotif kawung. Di suku Toraja, motif serupa kawung disebut pa’bombo uai yang berarti binatang air. Motif ini memiliki makna nasihat agar giat berkerja tak bermalas-malasan, sesuai ungkapan siapa cepat dapat dan sebagai simbol ketabahan. Motif lain yang hampir sama dengan motif kawung adalah motif jlamprang, yang juga banyak dijumpai pada batik (Sunaryo, 2006:14).
Memiliki bentuk dasar bidang segitiga, yang biasanya membentuk pola berderet, dan sering digunakan sebagai hiasan tepi. Banyak dijumpai pada batik, terutama batik pesisir yang banyak mendapat pengaruh dari Tiongkok.
Di Sumatra Barat motif serupa tumpal disebut pucuak rebuang melambangkan/nasihat agar hidup berguna bagai rebung yang tumbuh menjadi bambu yang berguna bagi manusia. Di Tapanuli Selatan disebuat dengan motif bindu yang mempunyai makna bahwa semua pekerjaan harus berpijak pada adat. Di Batak Simalungun motif tersebut disebut ipon-ipon yang berarti gigi-gigi, yang melambangkan keramahan dan menghormati orang tua (Sunaryo, 2006:14).
Gamba 14. Berbagai macam bentuk variasi motif Tumpal |
Gambar 15. Variasi Motif Tumpal dalam kain batik. |